Salam takzim penuh kerinduan
Untukmu Ibunda Tercinta
di surga
Ibunda, bagaimana kabarmu di sana? Ah, seharusnya tidak lagi kutanya. Tempat terbaikmu saat ini adalah di samping pencipta-Mu tentu saja. Dia sang kekasih sejati, yang mencintai kita tanpa jeda dan tak henti.
Ibunda, ada kerinduan yang semakin menggunung di hatiku. Benar adanya bahwa kepergianmu telah menggoyahkan semesta. Gunung, sungai, lautan dan penghuni bumi ini pun kehilangan. Meski kemudian langit menyambutmu penuh suka cita, tapi di sini kami tak bisa memungkiri akan rasa kehilangan yang teramat.
Ibunda, bukan aku menolak kehendak-Nya, atau melarang-Nya mengambil apa yang memang milik-Nya tapi rasa yang tertinggal di dada ini seakan masih tak rela. Atas segenap pengorbananmu untukku, sedikitpun rasanya aku belum sempat membalas atau sekedar menunjukkan rasa terimakasihku padamu pun aku bahkan belum sempat. Lalu kepergianmu yang begitu tiba-tiba seakan menjadi pukulan telak bagiku. Aku lemah, tak berdaya bahkan sempat merasa bahwa keberadaanku di dunia ini seakan tak berharga. Berulang kali aku berharap bahwa Dia akan memanggilku kemudian agar kita bisa kembali bersama. Agar aku bisa selalu merasakan lembut kasihmu, peluk hangatmu dan mendengar nasehat bijakmu. Tapi Dia masih belum mengijinkannya. Tugasku masih banyak di dunia ini. Ada ayah dan juga adinda yang harus kupertanggungjawabkan kelak di hadapan-Nya. Dan itu pula yang kemudian menjadi cambuk semangatku untuk bangkit dan kembali berdiri tegak.
Ibunda, beberapa peristiwa yang terjadi padaku sejak kepergianmu begitu beraneka warna. Banyak hal yang ingin kubagikan dan kuminta nasehatmu untukku tapi engkau telah jauh di sana.
Sepeninggalmu kurasakan bahwa langkahku begitu berat. Jalanku begitu berliku, berkerikil dan sarat cobaan. Sebelumnya, mungkin demikian juga kiranya hidupku. Namun, keberadaanmu telah membuat semua terasa lebih ringan dan kumampu melalui semua dengan begitu mudah. Tapi kini, semua berubah. Airmata dan do'alah yang kemudian menjadi teman teman.
Berulangkali aku mengeluh pada-Nya, kenapa begitu cepat Dia ambil ibunda dariku? Tapi Dia tak menjawab dalam kata melainkan dalam setiap ujian yang memberiku satu demi satu petunjuk tentang jawab-Nya. Dia ingin membuatku menjadi lebih dewasa. Dia lebih tahu tentangku melebihi diriku sendiri. Dan benar adanya, jika masih ada Ibunda di sini saat ini, mungkin aku masih menjadi putri kecilmu yang hanya bertambah menua bukan bertambah dewasa. Aku yang masih akan bersikap manja dan selalu meminta nasehatmu tanpa mau berusaha dan berpikir bagaimana solusi yang bisa kulakukan atas apa yang kuhadapi.
Aku juga kemudian menyadari bahwa dengan kepergianmu membuatku untuk tak hanya memikirkan kebahagiaan diri semata. Melainkan juga mempertimbangkan kebahagiaan ayah dan juga adinda. Aku belajar untuk mengutamakan kebahagiaan keduanya di atas kebahagiaanku sendiri. Aku belajar untuk memposisikan diriku sebagai pengganti Ibunda di hadapan adinda agar ia tak merasa sendiri dan sepi.
Ibunda, terlalu banyak yang ingin kukatakan padamu. Terlalu banyak yang cerita yang ingin kubagi denganmu. Meski di atas sana mungkin engkau telah lebih tahu apa yang telah terjadi dan kulaui dalam perjalanan hidup tanpamu. Tapi ibunda, ijinkan aku tuk menuliskan dan menyampaikan segenap kerinduan ini padamu. Semoga kelak kita kembali bertemu dan bersatu di dalam naungan ridho-Nya, di dalam ketenangan jannah-Nya.
Peluk dan ciumku untukmu, Ibunda.
Semoga engkau tak pernah berhenti berbahagia di sana, di sisi-Nya, Sang Pencipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar