Assalamu'alaykum...

Selamat Datang.... ^_^

Senin, 18 Juli 2011

Menyendiri Bersama "Madre"


Buku...bagiku adalah sahabat dan seakan menjadi seperti identitas bagi saya. Itulah kenapa saya tak bosan menghabiskan waktu untuk bercengkerama dengan segenap cerita, kisah dan penuturan dalam buku itu. Demikianlah juga yang saya lakukan kini. Bercengkerama dengan buku di tangan. Dan kali ini saya sedang ditemani oleh karya Dee (Dewi Lestari) yang terbaru, "Madre", sebuah kumpulan cerita dan prosa.

Baru membaca cerita utama di buku ini. Judul yang sama dengan judul bukunya, "Madre". Entah kenapa saya seakan tersihir dari cara Dee bercerita. Saya merasakan keheningan yang dibangunnya, saya bisa meresapi tiap tanya yang dilontarkan oleh tokoh utamanya. Terlebih, latar dapur di Tan De Baker mengingatkan saya terhadap sebuah setting drama Korea, "Baker King Kim Tak Goo".

Dee menggunakan cara yang unik dalam menceritakan pergulatan batin Tansen untuk berkenalan dan merawat Madre, yang tak lain dan tak bukan adalah sebuah adonan biang untuk membuat sekian banyak dan macam kue. Hingga Tansen pun akhirnya membuktikan bahwa cita rasa roti yang dihasilkan dari adonan biang, Madre, itu sungguh berbeda, sangat luar biasa. Bahkan Mei pun mengakui bahwa cita rasa roti hasil dari Madre adalah sama lezat dan setara dengan kualitas roti di San Fransisco yang adonan biangnya telah berusia 150 tahun.

Dalam cerita ini, kita diajak berkelana untuk melihat dunia yang berbeda. Kita diajak menyaksikan bagaimana tangan-tangan Tansen, Pak Hadi dan pegawai Tan De Baker menimang dan memainkan adonan untuk menjadi berbagai macam roti yang lezat.

Tidak hanya ceritanya yang seru dan gaya bercerita yang unik, tapi membaca "Madre" juga bikin lapar dan ngiler. Apalagi pas disebutin macam-macam kuenya. Hmm... seakan semuanya ada di hadapan kita dan memaksa kita untuk segera menyantap dan menikmatinya.hehehe....

Nah, jadi kalau penasaran sama buku ini, buruan beli dan nikmati segala cerita, kisah dan prosa-prosa yang ada di dalamnya. Tidak sekedar cerita si biang kue bernama Madre saja yang ada di buku ini. Tapi puisi-prosa yang mampu membuat kita terhenti sejenak sebelum melanjutkan ke cerita selanjutnya pun tak kalah memukau. Bener deh, isi buku ini sungguh nikmat senikmat kue-kue yang diceritakan dalam cerita utama "Madre".hehehehe....

Tunggu apa lagi. Yuk, sediakan waktu untuk menelusuri tiap halaman demi halaman dalam tubuh Madre ini... :)

Jumat, 15 Juli 2011

Haruko Sensei : Antara Jepang dan Indonesia


Bismillah...

Berawal dari sebuah ketidaksengajaan. Ah, mungkin bukan demikian. Melainkan ini semua sengaja Allah SWT rencanakan untukku, untuk kami.

Suatu ketika, saya dapat ajakan makan malam bersama adik kost saya. Dia meminta saya menemani makan malam bersama eks guru kelasnya untuk makan malam di sebuah Restorant Jepang. Yah, menurut saya itu rezeki. Untuk apa ditolak? Apalagi adik kost saya ini sudah sangat akrab dan saya anggap seperti adik perempuan saya sendiri. Saya cukup memahami kenapa dia mengajak saya karena eks gurunya adalah laki-laki dan belum menikah. Tentu saja alasan utamanya adalah supaya tidak timbul fitnah. Itu pikiran saya pada awalnya.

Tapi apa yang kemudian saya ketahui sebagai alasan sebenarnya membuat saya tertegun.
"Iya, Mb Lina. Bapaknya itu dimintai tolong sama sensei-nya untuk memintaku mendownload dorama. Tadinya mau dibayar tapi saya menolak. Kan kita biasa, Mb. Kalau punya koleksi dorama atau Korean drama terus saling tukar koleksi. Wajar kan? Tapi sensei-nya maksa. Akhirnya diambil jalan tengah. Sensei-nya mau mentraktir makan malam untukku. Nah, aku kan ga enak ya kalau sendiri. Makanya aku ajak Mb Lina."

Yup, saya harus menemaninya makan malam bersama seorang sensei yang notabene orang Jepang asli. Mau ngomong apa nanti ya? Pikiran saya saat itu bernar-benar kacau. Akhirnya saya putuskan untuk lebih banyak diam, menyadari bahwa saya hanya figuran. Sekedar menemani tamu utamanya saja, tentu.

Tapi di luar itu, sensei yang sedari tadi diceritakan adalah seorang perempuan yang apabila terlihat dari raut wajahnya baru berusia 30-an atau maksimal 40 lah. Cantik dan ramah, namanya Haruko Sensei. Tidak hanya itu, ternyata Haruko Sensei sebelumnya pernah tinggal di Indonesia dalam waktu lama. Tapi tahun 2008 kembali ke Jepang dan tahun ini kembali lagi. Haruko Sensei banyak bercerita tentang masa-masa yang dihabiskannya di Indonesia. Sebelum dia pulang ke Jepang pada 2008, Haruko Sensei bekerja di Japan Foundation. Dan saat ini, beliau mengajar Nihongo untuk pegawai Kementrian Keuangan RI yang akan berangkat ke Jepang tahun depan.

Nah, berhubung sudah lama tinggal di Indonesia sebelumnya, tentu Haruko Sensei sudah memiliki pemahaman dan kemampuan untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Jadi obrolan sepanjang perjalanan menuju Sakura Japanese Food Restaurant di Jl. TB Simatupang dan selama menikmati hidangan itu, kami bercakap-cakap dalam 3 bahasa, yaitu Japanesse, English dan Indonesia. Unik, seru dan lucu. Semua bercampur jadi satu.

Haruko Sensei adalah sosok yang terbuka dan bercerita banyak hal tentang keluarganya. Dia telah memiliki 3 anak: 2 perempuan dan 1 laki-laki. Anak pertama sudah mengambil program doctoral, S3 diusia yang bisa dibilang masih sangat muda. Belum mencapai 30 tahun. Putri keduanya kuliah di Todai (Tokyo Daigakusen/ Tokyo University) dengan fokus pada arsitektur. Sedangkan si bungsu, kuliah di Kyoto University (KU).
Nah, kalau dilihat dari ketiga anaknya yang sudah kuliah bahkan ada yang sudah ambil program doctoral maka bisa dismpulkan bahwa Haruko Sensei berusia lebih dari 40 tahun. Tapi secara fisik, masih terlihat muda. Bahkan fotonya bersama putri-putrinya tampak tidak seperti anak dan ibu, melainkan kakak beradik. ^_^

Selain itu, Haruko Sensei juga membanggakan isi rumahnya yang mayoritas dipenuhi perabot dari Indonesia, seperti meja makan dari Jepara, rak buku dan beberapa perabot lainnya yang sengaja dikirimnya dari Indonesia ke Jepang.

Hanya saja, kami cukup tertohok saat Haruko Sensei berkomentar bahwa lalu lintas di Indonesia ini sangat kacau, tidak beraturan. Mau komentar apalagi, memang demikian adanya. (prihatin banget dech pas denger komentar Haruko Sensei yang jujur...hiks)

Haruko Sensei juga mengisahkan pengalamannya kena tilang polisi dan dimintai uang senilai Rp1.000.000,00. Tidak hanya itu, Haruko Sensei bahkan tahu bahwa uang yang dibayarkannya kepada dua polisi yang menilangnya itu masuk ke kantong pribadi mereka saja, bukan masuk ke penerimaan negara. Oh... Indonesia...

Terlepas dari kisah-kisah tidak mengenakkan tersebut, Haruko Sensei seperti menikmati keberadaannya di Indonesia. Sayangnya, tanggal 22 Juli 2011 ini Haruko Sensei akan kembali ke Jepang dan meninggalkan sebuah tantangan.

"Kalian sudah mengenal saya. Kalian sudah melihat Jepang dari foto-foto yang saya tunjukkan barusan. Jadi, saya tunggu kalian. Dan nanti mampir ke rumah saya. Rumah saya sekitar 200-300 meter dari pantai. Indah sangat."


Aamiin... Do'akan kami ya semoga bisa berkunjung ke sana dan sempat mampir ke Kyoto, singgah di rumah Haruko Sensei.

Nice to meet you, Haruko Sensei. And see you next time. ^_^


Kumpulan Kisah Penuh Inspirasi : Asma Nadia Inspirasiku (My #9 Book)


Bismillah...

Alhamdulillah. Akhirnya yang ditunggu-tunggu telah datang. Apakah itu?
Taraaaaaaaaaaa.... Ini dia!


"Telah terbit di Leutika Publisher

Judul : Asma Nadia Inspirasiku

Penulis : Riawani Elyta, dkk

Ukuran : 13 x 19 cm

Tebal : viii + 188

Harga : Rp 35.000

Genre : Motivasi

Terbit : Juni 2011

ISBN : 978-602-8597-77-7



Buku, Jembatan Kasih Antara Saya dan Pembaca

Oleh Asma Nadia



Ketika Penerbit menghubungi saya, untuk proyek ini… sejujurnya saya tidak bisa membayangkan apa saja yang akan menjadi celoteh pembaca terkait tema: Asma Nadia Inspirasiku.



Ada rasa malu, karena rasanya saya bukan siapa-siapa. Tema tersebut terasa terlalu besar bagi saya yang belum banyak berbuat. Tetapi antusias penerbit yang tampak mantap dengan tema yang diusung, dan sebelumnya telah menggelar audisi-audisi serupa dengan mengangkat profil berbagai tokoh di tanah air, membuat saya akhirnya mengangguk.



Ini usaha penerbit yang harus dihargai, tidak hanya untuk menjaring naskah, tetapi juga mengangkat sosok tanah air agar lebih akrab dengan banyak orang.

Pertanyaan saya kemudian, apakah akan ada yang mengikuti audisi menulis ini dan mengirimkan goresan pena mereka?



Jika ini lomba cerpen, novel… atau tulisan-tulisan umum lainnya… mungkin lebih bisa saya mengerti. Tetapi dengan pembatasan tema… lalu, pikiran lagi… siapakah saya memberi catatan kekhawatiran akan apa yang dihadapi Leutika jika ternyata tidak ada yang mengirimkan tulisan sama sekali.



Tetapi proyek ini harus didukung, sebab sejalan betul dengan kampanye saya selama ini agar lebih banyak orang (khususnya perempuan) menulis. Dan ini seperti pucuk dicinta ulam tiba, ada penerbit yang membuka diri, siap memodali para pemula. Memberikan ajang ‘audisi’ bagi mereka untuk berlatih menulis… untuk kemudian diterbitkan. Sebuah pencapaian yang akan sangat membahagiakan khususnya bagi penulis yang baru memulai.



Sebuah proyek yang membahagiakan bagi siapa saja, insya allah:)



Karenanya, sebuah niat baik tidak boleh dibiarkan sendiri. Sepi atau tidak nantinya animo peserta adalah hal lain.



Beberapa bulan berlalu, ternyata… subhanallah. Saya tidak tahu berapa total jumlah tulisan yang masuk, tetapi angka akhir 30 tulisan pemenang merupakan jumlah yang cukup membuat saya tercengang, dan bersyukur.



Alhamdulillah, niatan penerbit Leutika bersambut. Tahap kritis (ketiadaan naskah) terlewati.



Dan di sinilah saya, sejak bakda subuh, membaca 30 tulisan itu, celoteh pembaca berdasarkan interaksi mereka lewat buku-buku yang telah saya tulis. Ada juga sebagian kecil yang sempat bertatap muka, atau saling menyapa lewat facebook atau twitter. Sebagian lagi, dalam jumlah yang lebih besar, hanya mengenal saya lewat buku-buku yang saya tulis.



Untuk ketiga puluh pemenang audisi menulis dengan tema ini, saya ucapkan selamat dan terima kasih. Juga untuk semua yang telah menulis dan mengirimkan kesan mereka meski belum lolos seleksi (jangan menyerah!), bahkan mungkin ada yang sudah menulis tetapi belum sempat mengirimkannya. Jazakumullah khoiron jaza.



Terima kasih telah berbagi cerita di sini.



Saya terharu, merinding… bahkan menitikkan air mata, membaca tulisan di buku ini. Bersyukur dan bahagia, semakin termotivasi untuk menjadikan kegiatan menulis sebagai jalan perjuangan untuk menyebarkan kebaikan. Mohon doakan agar Allah meluruskan niat dan keikhlasan saya, hingga detak menutup mata nanti.



Buku ini semacam rekaman testimoni sekaligus feedback setelah 44 buku diterbitkan.



Bahagia, mengetahui bagaimana buku-buku itu telah menemani pembaca, menjawab keresahan mereka : saat ingin melepas jilbab, seperti yang ditulis salah satu pemenang, saat resah karena ayahanda terkasih ingin menikah lagi, ketika seorang istri gamang karena perceraian yang harus dilalui dan berpikir… apakah dia bisa membina biduk kasih lagi setelah hati yang patah? Atau saat kesabaran dengan ananda diuji, dan iman tergoda karena perhatian pihak ketiga, dan masih banyak lagi.



Mudah-mudahan kisah-kisah … yang ditulis oleh 30 orang yang suka membaca ini bisa menyemangati siapa saja untuk menggali hikmah, belajar, dan menambah wawasan serta energi dalam melalui hari-hari kehidupan yang kadang terasa begitu berat.



Bahwa sebuah buku yang baik bisa menyebarkan semangat kebaikan insya allah, hingga ke pembuluh darah pembaca. Membawa semangat dan melipatgandakan kesabaran, serta melambungkan mimpi dan cita-cita lebih jauh dari yang sebelumnya.



Harapan saya buku ini juga memberi percikan semangat, bagi teman-teman yang suka menulis dan ingin menjadi penulis. Insya allah banyak ruang kebaikan menanti rekan sekalian, bahkan lewat karya yang paling sederhana sekalipun.



Berkarya sekarang juga, jangan menunggu nanti. Satu buku sebelum mati? Insya allah.



Syukur-syukur kemudian dunia menulis bisa dijadikan salah satu profesi alternatif, hingga (bagi bunda yang sekarang mungkin bekerja) lebih banyak waktu bersama keluarga, dan tak banyak kehilangan momen-momen penting dari mereka yang kita cintai.



Sekali lagi terima kasih… Leutika, untuk ruang yang diberikan.



Untuk ke-30 penulisnya: semoga buku ini menjadi awal bagi begitu banyak peluang untuk menjadi perantara hidayah dan penyebar semangat kebaikan, insya allah.



Semoga setiap huruf yang tertulis, mendekatkan kita kepada ridha dan surgaNya…

Allahumma amin… "


Nah, di dalam buku itu ada naskah saya juga lho. Alhamdulillah atas ijin Allah SWT, naskah saya terpilih menjadi 30 kontributor yang dibukukan dari 212 naskah yang masuk. Subhanallah. Sungguh hal tersebut adalah anugerah yang Allah SWT berikan untuk saya. Karena jika bukan, mustahil ada nama saya saat pengumuman 30 besarnya.

Bagi teman-teman, sahabat dan semua yang memiliki hobby membaca dan tertarik untuk mulai menulis, saya sarankan untuk membeli buku ini. Kita bisa mengintip bersama-sama, apa sih yang membuat para pembaca Asma Nadia ini terinspirasi? Lalu diantara mereka, sudah adakah yang saat ini menjadi penulis seperti Mb Asma Nadia? Nah, daripada penasaran sampai kebawa mimpi mending segera beli buku ini segera!

Bagi yang ingin membeli buku ini lewat saya juga tidak dilarang. Boleh banget! Bonus TTD saya deh...hehehe...

Tunggu apa lagi? Ayo beli bukunya dan temukan inspirasi-inspirasi yang siapa tahu akan membantu teman dan sahabat semua terinspirasi juga. ^_^


Jumat, 08 Juli 2011

Tertatih Di Jalanku

Tertatih aku menyusuri
Jalanan yang tlah kuyakini
Diujung jalan kulihat terang cahaya
Tapi aku harus bersabar
Melewati pada tiap uji nan menghampiri

Bukan pelangi
Jika tanpa hujan
Bukan kupu-kupu
Jika sebelumnya bukan ulat
Tidak akan bersinar mutiara
Tanpa melewati kesakitan

Begitu juga jalanku
Tidak akan meraih ujung nan bercahaya
Sebelum mampu kulewati semua rintangan
Meski tertatih
Berulang terjatuh
Tapi bangkit kembali adalah keharusan
Putus asa harus dilawan


Selasa, 05 Juli 2011

Renungan : Kiamat Semakin Dekat

Bismillah...

Hari ini, duka kembali menyelimuti ibu pertiwi. Bukan karena bencana besar, tapi karena meninggalnya salah satu ulama besar di negeri ini, KH Zainuddin MZ. Bukankah meninggalnya ulama merupakan sebuah bencana yang jauh lebih besar?

Sahabat, ingatkah kita bahwa akhir-akhir ini beberapa ulama dan tokoh nan disegani bergantian dipanggil-Nya? Ada beberapa yang berpendapat bahwa itu adalah tanda-tanda kiamat semakin dekat. Benar adanya bahwa kiamat itu dekat, bahkan sejak masa Rasulullah SAW pun beliau telah sering menyatakan bahwa kiamat itu dekat.

Dari Anas bin Malik, Rasulullah bersabda:


بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنِ -وَضَمَّ السَّبَّابَةَ وَالْوُسْطَى

“Aku diutus, dan kiamat (demikian dekat) sebagaimana (dekatnya) dua jari ini.” Beliau rapatkan jari telunjuk dan jari tengah.(HR Muslim)

Demikianlah bahwa kiamat itu sangat dekat, hanya manusia yang semakin hari semakin sibuk dengan dunia dan semakin jauh dari Allah SWT. Dan hal ini merupakan salah satu tanda-tanda semakin dekatnya kiamat itu.

"Ketika hari kiamat telah dekat, maka manusia semakin rakus pada dunia dan semakin jauh dari Allah."
(HR. Hakim dari Ibnu Mas'ud)

Bukankah saat ini hal tersebut semakin terlihat jelas dan nyata? Bahwa manusia berbondong-bondong menumpuk pundi-pundi mereka seakan mereka akan hidup di dunia selamanya. Dan hal tersebut telah membuat manusia lupa akan adanya akhirat dan segala pertanggungjawaban atas segala yang mereka lakukan selama di dunia. Maka tak jarang kasus-kasus seperti mengambil hak orang lain (mencuri, korupsi, dll), pembunuhan saat perampokan, dsbg sering menghiasi berbagai media.

Sungguh memprihatinkan, bukan? Manusia yang dianugerahi akal-dimana menjadikannya mulia dibandingkan makhluk lainNya-justru jarang menggunakan akalnya untuk kebaikan dan beribadah padaNya. Manusia terlalu disetir oleh nafsu sehingga lupa akan segala konsuensi tiap apa yang mereka lakukan. Mereka lupa akan janjinya terhadap Allah SWT saat ditiupkannya ruh mereka. Mereka bahkan lupa akan hakikat diturunkannya mereka ke dunia.

Semoga berbagai kejadian menyadarkan kita untuk semakin membuka mata. Tak sekedar mata fisik tapi juga mata hati kita. Agar kita tidak dibutakan oleh dunia dan menjadi budak nafsu. Semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang berakal yang mampu mengambil hikmah dari setiap kejadian dan menjadikan kita semakin bijak dan baik dalam menjalani hidup. Semoga itu semakin menambah kesyukuran kita dan kedekatan kita padaNya. Semoga itu membuat kita semakin menghamba bukan semakin mendikteNya.

Sungguh, kiamat itu sangat dekat. Dan saya pribadi pun merasa bahwa bekal untuk kembali padaNya masih sangat minim. Semoga saya dan sahabat sekalian tidak menyiakan waktu yang masih diberikanNya. Semoga kita bisa semakin mengumpulkan bekal terbaik untuk menghadapNya, bukan justru menyiakan waktu yang masih diberi untuk sekedar menuruti nafsu dan menjauhkan dari Allah SWT.

(Di suatu sore yang tetap panas, Bintaro 5 Juli 2011)