Kusadari
Diri ini pun tak sempurna
Banyak cela dan hina
Taburi diri
Keruhkan hati
Namun
Kucoba kali ini
Ingatkanmu lagi
Akan sesuatu nan tak semestinya
Sekali lagi
Langkahku terhenti
Sebab tak sejenak pun
Kau tengok diri ini
Apalagi dengar apa nan terucap
Mungkin ku tak pantas
Sekedar sampaikan setitik ilmu
Nan pernah kudapat
Kutahu lebih dulu
Mungkin, sebelummu
Nyaris lisan ini menghujat
Atas sikapmu nan tak bersahabat
Tapi nurani menahan
Ajak kumenoleh
Menatap cermin jernih
Kutatap bayangku
Ah, aku malu
Banyak kelam dalam wajahku
Banyak debu menyelimuti tubuhku
Mungkinkah karena itu
Kamu tak sekejap pun menatapku?
Ya, mungkin demikian
Aku masih kurang baik
Dan tak pantas
Tuk utarakan sebait nasehat
Aku masih hina
Apalagi yang kutunggu?
Tak ada
Inilah waktuku
Lihat sekujur tubuhku
Berdebu oleh dosa
Mungkin juga maksiat
Baik kusadari ataupun tidak
Kupaksa diri
Bersihkan diri
Basuh tubuh dengan kebaikan yang sempat kuberi
Meski masih tak cukup
Tuk dapati diri kembali suci
Aku masih harus berlari
Menebar selaksa kebaikan
Agar bisa sucikan diri
Aku masih harus terus berlari
Pada arah nan benar
Dan benahi diri
Agar kelak
Saat kucoba beri nasehat kembali
Kamu tak lagi membuang muka
Dan menutup telinga
Kelak
Aku berharap
Cukup baik
Cukup pantas
Tuk sampaikan
Meski hanya segenggam hikmah
(Masih di sudut kamar kost, mentari sudah berjalan mendekati ujung barat
PJMI, Minggu 19 Juni 2011)
Assalamu'alaykum...
Selamat Datang.... ^_^
Selamat Datang.... ^_^
Minggu, 19 Juni 2011
Kelulusan : Syukur Tak Terperi
Bismillah...
Setelah sekian lama menanti pengumuman kelulusan semester ini, alhamdulillah kabar gembira itupun datang menghampiri. Segala puji bagi-Mu, Ya Rabb... atas kelulusan dengan hasil yang subhanallah sekali. Jika tanpa-Mu maka sungguh semua ini adalah kemustahilan, tapi atas ijin-Mu maka semua ini terjadi.
Kelulusan setelah menemui dosen berpredikat "killer" ini pun menjadi sebuah kesyukuran tak terperi. Bagaimana tidak, sedangkan sebelumnya beliau menyampaikan bahwa di kelas kami ada 1 mahasiswa yang kemungkinan akan terkena Drop Out (DO) karena nilai yang tidak memenuhi standar kelulusan. Tanpa memberi tahu siapakah gerangan yang terancam "DO" tersebut, beliau menegaskan kepada seluruh mahasiswa untuk mengusahakan yang terbaik agar kelulusan lah yang menajdi hasil akhir semester ini. Dan alhamdulillah, karena ijin-Nya pula maka kelas kami pun lulus 100%.
Hari ini, kabar pembagian kelas untuk semester selanjutnya telah diumumkan. Sebagian teman kelas di semester yang lalu masih bertemu kembali, tetapi sebagian yang lainnya pun berganti dengan teman-teman baru. Alhamdulillah, ini akan menjadi langkah tuk luaskan jaringan silaturahim yang dapat memanjangkan usia dan melapangkan rizki, insyaAllah. :)
Untuk semester selanjutnya dan seterusnya semoga kami semua bisa senantiasa lulus dengan hasil terbaik. Sebagaimana kami masuk ke kampus bersama, semoga kami pun bisa lulus dan wisuda bersama. Allahumma aamiin... :)
Penuh syukur kuucapkan dan kupersembahkan kepada-Mu, ya Rabb... :)
(di sudut kamar kost di PJMI, Minggu, 19 Juni 2011)
Setelah sekian lama menanti pengumuman kelulusan semester ini, alhamdulillah kabar gembira itupun datang menghampiri. Segala puji bagi-Mu, Ya Rabb... atas kelulusan dengan hasil yang subhanallah sekali. Jika tanpa-Mu maka sungguh semua ini adalah kemustahilan, tapi atas ijin-Mu maka semua ini terjadi.
Kelulusan setelah menemui dosen berpredikat "killer" ini pun menjadi sebuah kesyukuran tak terperi. Bagaimana tidak, sedangkan sebelumnya beliau menyampaikan bahwa di kelas kami ada 1 mahasiswa yang kemungkinan akan terkena Drop Out (DO) karena nilai yang tidak memenuhi standar kelulusan. Tanpa memberi tahu siapakah gerangan yang terancam "DO" tersebut, beliau menegaskan kepada seluruh mahasiswa untuk mengusahakan yang terbaik agar kelulusan lah yang menajdi hasil akhir semester ini. Dan alhamdulillah, karena ijin-Nya pula maka kelas kami pun lulus 100%.
Hari ini, kabar pembagian kelas untuk semester selanjutnya telah diumumkan. Sebagian teman kelas di semester yang lalu masih bertemu kembali, tetapi sebagian yang lainnya pun berganti dengan teman-teman baru. Alhamdulillah, ini akan menjadi langkah tuk luaskan jaringan silaturahim yang dapat memanjangkan usia dan melapangkan rizki, insyaAllah. :)
Untuk semester selanjutnya dan seterusnya semoga kami semua bisa senantiasa lulus dengan hasil terbaik. Sebagaimana kami masuk ke kampus bersama, semoga kami pun bisa lulus dan wisuda bersama. Allahumma aamiin... :)
Penuh syukur kuucapkan dan kupersembahkan kepada-Mu, ya Rabb... :)
(di sudut kamar kost di PJMI, Minggu, 19 Juni 2011)
Nasehat : Perbaiki Diri Terlebih Dahulu
Bismillah...
"Saat nasehatmu tak didengar, maka bercerminlah. Bisa jadi dirimu terlalu hina, tidak cukup baik dan pantas tuk sampaikan sekedar nasehat. Untuk itu, perbaikilah diri!"
Ketika kita menyampaikan suatu nasehat lalu tertolak, jangan terburu-buru tuk salahkah mereka yang kita nasehati. Coba kita tengok ke dalam diri kita. Bercermin tuk tahu lebih dulu tentang diri sendiri sebelum menunjuk kepada orang lain. Ada beberapa kemungkinan kenapa nasehat kita tak didengar, tertolak dan tak mungkin dilaksanakan oleh orang yang kita nasehati, diantaranya sebagai berikut:
1. Mungkin cara kita yang salah
Ketika kita mendapati sesuatu yang tak seharusnya dimana tidak sesuai dengan Al Qur'an dan Hadist ataupun juga tidak sesuai dengan hukum yang berlaku di masyarakat, bukan tidak sesuai dengan ego pribadi tentunya; terkadang kita buru-buru untuk menjudge seseorang tersebut. Maka ketika kita menegur ataupun menasehati pun terkadang terdengar seperti menghakimi sehingga dia yang kita nasehati akan serta merta menolak dan justru bisa jadi melawan kita.
Cara yang santun dan sopan, dengan perkataan/bahasa yang baik, pendekatan emosional tanpa ada unsur menyalahkan dan memaksa tentu akan lebih enak didengar dan diterima oleh mereka yang coba kita luruskan atau mereka yang kita nasehati.
2. Mungkin waktunya kurang tepat
Terkadang saking gregetannya terhadap sesuatu, kita menjadi terburu-buru untuk menyampaikan nasehat. Tak sedikit pula nasehat yang disampaikan tanpa memperhatikan waktu penyampaiannya. Nasehat yang disampaikan saat dimana orang yang akan kita nasehati sedang berada dalam masalah pelik, dikejar deadline pekerjaan, capek dengan lembur kerjaan atau lelah setelah menempuh suatu perjalanan, tentu akan berpotensi tertolak atau malah tidak didengar sama sekali.
Perlunya pemilihan waktu yang tepat, seperti saat sedang santai atau diselilingi dengan canda mungkin akan lebih bisa diterima dan dicerna dengan baik oleh orang yang menerimanya.
3. Mungkin tempatnya tidak sesuai
Selain pemilihan waktu yang tepat, perlu juga dipertimbangkan kesesuaian tempat dimana nasehat tersebut disampaikan. Tentu akan lebih utama menyampaikan nasehat dengan cara mengajak orang tersebut untuk menjauh dari keramaian. Menegur secara pribadi dari hati ke hati akan lebih mudah diterima daripada menyampaikan teguran atau nasehat secara terang-terangan di depan umum.
4. Mungkin kita belum cukup baik dan pantas tuk sampaikan nasehat tersebut
Terkadang diri kita juga faktor penting terhadap sukses tidaknya penyampaian nasehat tersebut. Bisa jadi saat kita menasehati orang lain, kita sendiri masih sering melakukan kesalahan tersebut sehingga orang yang akan kita nasehati justru membalikkan nasehat tersebut untuk kita. Jadi, tak ada salahnya apabila kita terus mengupayakan untuk memperbaiki diri tanpa melupakan kewajiban tuk menasehati dalam kebaikan dan kebenaran.
Demikian sekilas tentang menasehati dan sebab seringnya atau terkadang ada nasehat yang tertolak. Semoga hal tersebut memacu kita tuk terus perbaiki diri agar nasehat yang kita sampaikan pun dapat diterima oleh orang lain.
Bukankah Allah SWT sangat murka terhadap suatu perkataan yang kita sampaikan kepada orang lain tetapi diri kita sendiri belum melaksanakannya?
Untuk itu, marilah kita tak henti memperbaiki diri tuk tingkatkan kualitas diri di hadapanNya.
Catatan ini saya tulis terutama untuk nasehat bagi diri sendiri. Apabila berkenan membaca dan mengambil hikmahnya semoga bermanfaat.
Ada kurangnya saya mohon maaf.
Sekian, semoga bermanfaat dan tidak menjadi kesia-siaan.
(Di sudut kamar kost di PJMI, di luar matahari bersinar dengan teriknya
Minggu, 19 Juni 2011)
"Saat nasehatmu tak didengar, maka bercerminlah. Bisa jadi dirimu terlalu hina, tidak cukup baik dan pantas tuk sampaikan sekedar nasehat. Untuk itu, perbaikilah diri!"
Ketika kita menyampaikan suatu nasehat lalu tertolak, jangan terburu-buru tuk salahkah mereka yang kita nasehati. Coba kita tengok ke dalam diri kita. Bercermin tuk tahu lebih dulu tentang diri sendiri sebelum menunjuk kepada orang lain. Ada beberapa kemungkinan kenapa nasehat kita tak didengar, tertolak dan tak mungkin dilaksanakan oleh orang yang kita nasehati, diantaranya sebagai berikut:
1. Mungkin cara kita yang salah
Ketika kita mendapati sesuatu yang tak seharusnya dimana tidak sesuai dengan Al Qur'an dan Hadist ataupun juga tidak sesuai dengan hukum yang berlaku di masyarakat, bukan tidak sesuai dengan ego pribadi tentunya; terkadang kita buru-buru untuk menjudge seseorang tersebut. Maka ketika kita menegur ataupun menasehati pun terkadang terdengar seperti menghakimi sehingga dia yang kita nasehati akan serta merta menolak dan justru bisa jadi melawan kita.
Cara yang santun dan sopan, dengan perkataan/bahasa yang baik, pendekatan emosional tanpa ada unsur menyalahkan dan memaksa tentu akan lebih enak didengar dan diterima oleh mereka yang coba kita luruskan atau mereka yang kita nasehati.
2. Mungkin waktunya kurang tepat
Terkadang saking gregetannya terhadap sesuatu, kita menjadi terburu-buru untuk menyampaikan nasehat. Tak sedikit pula nasehat yang disampaikan tanpa memperhatikan waktu penyampaiannya. Nasehat yang disampaikan saat dimana orang yang akan kita nasehati sedang berada dalam masalah pelik, dikejar deadline pekerjaan, capek dengan lembur kerjaan atau lelah setelah menempuh suatu perjalanan, tentu akan berpotensi tertolak atau malah tidak didengar sama sekali.
Perlunya pemilihan waktu yang tepat, seperti saat sedang santai atau diselilingi dengan canda mungkin akan lebih bisa diterima dan dicerna dengan baik oleh orang yang menerimanya.
3. Mungkin tempatnya tidak sesuai
Selain pemilihan waktu yang tepat, perlu juga dipertimbangkan kesesuaian tempat dimana nasehat tersebut disampaikan. Tentu akan lebih utama menyampaikan nasehat dengan cara mengajak orang tersebut untuk menjauh dari keramaian. Menegur secara pribadi dari hati ke hati akan lebih mudah diterima daripada menyampaikan teguran atau nasehat secara terang-terangan di depan umum.
4. Mungkin kita belum cukup baik dan pantas tuk sampaikan nasehat tersebut
Terkadang diri kita juga faktor penting terhadap sukses tidaknya penyampaian nasehat tersebut. Bisa jadi saat kita menasehati orang lain, kita sendiri masih sering melakukan kesalahan tersebut sehingga orang yang akan kita nasehati justru membalikkan nasehat tersebut untuk kita. Jadi, tak ada salahnya apabila kita terus mengupayakan untuk memperbaiki diri tanpa melupakan kewajiban tuk menasehati dalam kebaikan dan kebenaran.
Demikian sekilas tentang menasehati dan sebab seringnya atau terkadang ada nasehat yang tertolak. Semoga hal tersebut memacu kita tuk terus perbaiki diri agar nasehat yang kita sampaikan pun dapat diterima oleh orang lain.
Bukankah Allah SWT sangat murka terhadap suatu perkataan yang kita sampaikan kepada orang lain tetapi diri kita sendiri belum melaksanakannya?
Untuk itu, marilah kita tak henti memperbaiki diri tuk tingkatkan kualitas diri di hadapanNya.
Catatan ini saya tulis terutama untuk nasehat bagi diri sendiri. Apabila berkenan membaca dan mengambil hikmahnya semoga bermanfaat.
Ada kurangnya saya mohon maaf.
Sekian, semoga bermanfaat dan tidak menjadi kesia-siaan.
(Di sudut kamar kost di PJMI, di luar matahari bersinar dengan teriknya
Minggu, 19 Juni 2011)
Senin, 13 Juni 2011
Maut : Jarak Tawa Dan Air Mata
Bismillah...
Sahabat, kali ini izinkan saya berbagi sedikit tentang sebuah kejadian. Semoga cerita ini bermanfaat sebagai sebuah renungan.
Sabtu tanggal 11 Juni 2011 kemarin kebetulan di desa saya banyak sekali yang mengadakan hajatan pernikahan. Terdapat tiga pernikahan pada hari yang sama. Tentu saja kondisi desa saat itu sedang diliputi kebahagiaan. Bukankah kebahagiaan tetangga adalah kebahagiaan kita juga? Setidaknya demikianlah yang kami rasakan di lingkungan kami, sebuah desa yang jauh dari hiruk pikuk kota di Kabupaten Gunungkidul.
Tapi benarkah bahwa hanya kebahagiaan yang kemudian menyelimuti suasana desa? Tidak! Allah SWT menciptakan segala sesuatu secara berpasangan, bukan? Demikian juga dengan hari itu. Di satu sisi, semua tertawa bahagia tetapi menjelang maghrib tidak sedikit yang berurai air mata.
Saudara ipar salah satu tetangga saya mengalami kecelakaan selepas pulang dari menghadiri undangan pernikahan. Ibu bersama putranya mengalami tabrakan. Sang ibu meninggal di tempat sedangkan putranya mengalami luka-luka. Tawa yang sebelumnya menghiasi wajah tetangga saya sontak berubah menjadi duka dan air mata.
Sungguh, maut selalu datang tanpa bilang-bilang, bukan? Siapa sangka jika sebelumnya sempat bercanda dan tertawa bahagia bersama di acara pernikahan kerabat kemudian dijemput oleh malaikat maut selepasnya?
Maut, selalu menjadi teka-teki. Tidak ada yang tahu secara pasti tentang kapan, dimana dan bagaimana maut akan menghampiri kita. Tetapi bukan itu yang kemudian harus merisaukan kita, bukan? Seharusnya yang merisaukan kita adalah bekal apa yang telah disiapkan saat maut menjemput? Semua orang, saya yakin ingin memiliki akhir yang baik, happy ending dalam khusnul khotimah. Namun tak sedikit yang hanya memimpikannya tanpa mempersiapkannya. Selayaknya kita ingin naik pesawat paling bagus, tentu kita perlu mempersiapkan biaya untuk membeli tiketnya, bukan? Demikian halnya ketika menginginkan akhir yang baik maka kita pun harus mempersiapkan bekal terbaik.
Bagaimana caranya? Mudah, tak lain dan tak bukan hanya melakukan yang terbaik yang telah dituntunkan oleh Rasulullah SAW. Bukankah selama kita berjalan lurus sesuai petunjukNya dalam AL Qur'an dan meneladani Rasulullah SAW maka Allah SWT akan menjaga kita dan memasukkan kita sebagai hamba yang diridhoi dan menjadi bagian dari golongan orang-orang mukmin?
Allah SWT memang tidak pernah memberi tahu kapan maut akan menjemput kita karena Allah SWT ingin menguji kita, siapakah diantara kita yang benar-benar beriman padaNya dan siapa yang munafik dan cinta dunia.
Semoga kisah ibu dan putranya tadi membantu kita untuk membuka mata hati kita lebih lebar. Maut, pasti akan datang kepada kita. Entah kapan, dimana dan bagaimana dia akan menjemput kita menuju pertanggungjawaban padaNya. Tidak ada yang bisa kita lakukan untuk menolak, mencegah atau pun menunda kedatangannya. Kita hanya bisa bersiap dengan bekal terbaik agar tidak terlalu malu di hadapanNya kelak. Betapa kita sadari bahwa nikmatNya yang tiada terhitung tapi masih saja syukur sering terlupa dan tak jarang kita berbalik menuntutNya.
Jarak tawa dan air mata tidak bisa diukur, sebagaimana kisah ibu dan putranya. Belum genap 1 jam selesai tertawa, kemudian air mata menjadi pengantar kepergiannya. Tidak salah jika yang paling dekat dengan kita adalah MAUT.
Semoga bermanfaat, sahabat. Kisah ini saya bagi agar tidak sekedar jadi pengingat bagi diri saya pribadi tetapi juga pengingat bagi sahabat sekalian yang berkenan membaca.
(Sudut kamar @Home Sweet Home di kampung halaman, Gunungkidul
Senin, 13 Juni 2011)
Sahabat, kali ini izinkan saya berbagi sedikit tentang sebuah kejadian. Semoga cerita ini bermanfaat sebagai sebuah renungan.
Sabtu tanggal 11 Juni 2011 kemarin kebetulan di desa saya banyak sekali yang mengadakan hajatan pernikahan. Terdapat tiga pernikahan pada hari yang sama. Tentu saja kondisi desa saat itu sedang diliputi kebahagiaan. Bukankah kebahagiaan tetangga adalah kebahagiaan kita juga? Setidaknya demikianlah yang kami rasakan di lingkungan kami, sebuah desa yang jauh dari hiruk pikuk kota di Kabupaten Gunungkidul.
Tapi benarkah bahwa hanya kebahagiaan yang kemudian menyelimuti suasana desa? Tidak! Allah SWT menciptakan segala sesuatu secara berpasangan, bukan? Demikian juga dengan hari itu. Di satu sisi, semua tertawa bahagia tetapi menjelang maghrib tidak sedikit yang berurai air mata.
Saudara ipar salah satu tetangga saya mengalami kecelakaan selepas pulang dari menghadiri undangan pernikahan. Ibu bersama putranya mengalami tabrakan. Sang ibu meninggal di tempat sedangkan putranya mengalami luka-luka. Tawa yang sebelumnya menghiasi wajah tetangga saya sontak berubah menjadi duka dan air mata.
Sungguh, maut selalu datang tanpa bilang-bilang, bukan? Siapa sangka jika sebelumnya sempat bercanda dan tertawa bahagia bersama di acara pernikahan kerabat kemudian dijemput oleh malaikat maut selepasnya?
Maut, selalu menjadi teka-teki. Tidak ada yang tahu secara pasti tentang kapan, dimana dan bagaimana maut akan menghampiri kita. Tetapi bukan itu yang kemudian harus merisaukan kita, bukan? Seharusnya yang merisaukan kita adalah bekal apa yang telah disiapkan saat maut menjemput? Semua orang, saya yakin ingin memiliki akhir yang baik, happy ending dalam khusnul khotimah. Namun tak sedikit yang hanya memimpikannya tanpa mempersiapkannya. Selayaknya kita ingin naik pesawat paling bagus, tentu kita perlu mempersiapkan biaya untuk membeli tiketnya, bukan? Demikian halnya ketika menginginkan akhir yang baik maka kita pun harus mempersiapkan bekal terbaik.
Bagaimana caranya? Mudah, tak lain dan tak bukan hanya melakukan yang terbaik yang telah dituntunkan oleh Rasulullah SAW. Bukankah selama kita berjalan lurus sesuai petunjukNya dalam AL Qur'an dan meneladani Rasulullah SAW maka Allah SWT akan menjaga kita dan memasukkan kita sebagai hamba yang diridhoi dan menjadi bagian dari golongan orang-orang mukmin?
Allah SWT memang tidak pernah memberi tahu kapan maut akan menjemput kita karena Allah SWT ingin menguji kita, siapakah diantara kita yang benar-benar beriman padaNya dan siapa yang munafik dan cinta dunia.
Semoga kisah ibu dan putranya tadi membantu kita untuk membuka mata hati kita lebih lebar. Maut, pasti akan datang kepada kita. Entah kapan, dimana dan bagaimana dia akan menjemput kita menuju pertanggungjawaban padaNya. Tidak ada yang bisa kita lakukan untuk menolak, mencegah atau pun menunda kedatangannya. Kita hanya bisa bersiap dengan bekal terbaik agar tidak terlalu malu di hadapanNya kelak. Betapa kita sadari bahwa nikmatNya yang tiada terhitung tapi masih saja syukur sering terlupa dan tak jarang kita berbalik menuntutNya.
Jarak tawa dan air mata tidak bisa diukur, sebagaimana kisah ibu dan putranya. Belum genap 1 jam selesai tertawa, kemudian air mata menjadi pengantar kepergiannya. Tidak salah jika yang paling dekat dengan kita adalah MAUT.
Semoga bermanfaat, sahabat. Kisah ini saya bagi agar tidak sekedar jadi pengingat bagi diri saya pribadi tetapi juga pengingat bagi sahabat sekalian yang berkenan membaca.
(Sudut kamar @Home Sweet Home di kampung halaman, Gunungkidul
Senin, 13 Juni 2011)
Jumat, 10 Juni 2011
Rindu dan Kampung Halaman
Rindu
Membelah dada nan tenang
Dengan gemuruh yang menggelegar
Nyaris memporak-porandakan seluruh ruangan
Rindu
Laksana benang nan mengikat jiwa
Membawa diri kembali ke pangkuan asa
Sekalipun diri terlalu jauh pergi
Rindu itu membawaku kesini
Kembali ke kampung halaman
Dimana aku habiskan sebagian hidupku
Tempat nan menyimpan selaksa kenangan
Serta awal kugantungkan berjuta harapan
Berjuta rasa berkecamuk menyatu
Memutar segala kenangan
Ada tawa dan juga airmata
Ada kebahagiaan dan juga duka
Ada kebanggaan dan ada juga sakit kehilangan
Rasa itu tak beda kuatnya dengan rindu
Meski aku tak tahu
Bagaimana cara rindu menggamitku
Tuk selalu kembali kesini dengan selaksa harapan
Asa yang tak pernah sama
Terus berubah, tumbuh dan bertambah
Rindu itu membuatku berbeda
Menjadi diri nan kuat terikat asa
Menggamit bersama do'a tuk menggapai cita
Kemudian melukis cita baru
Gantungkan ia lebih tinggi dari bintang asa sebelumnya
Rindu itu selalu mampu membawaku pulang
Sadarkan siapa diri
Motivator tuk terus perbaiki diri
Dan menjadi pribadi nan lebih berarti
Kampung halaman nan selalu kurindu
Mendidikku dengan bisunya
Tuk jadikan insan nan lebih bermakna
(di sudut ruang kediaman orang tua tercinta
Gunungkidul tercinta, 10 Juni 2011)
Membelah dada nan tenang
Dengan gemuruh yang menggelegar
Nyaris memporak-porandakan seluruh ruangan
Rindu
Laksana benang nan mengikat jiwa
Membawa diri kembali ke pangkuan asa
Sekalipun diri terlalu jauh pergi
Rindu itu membawaku kesini
Kembali ke kampung halaman
Dimana aku habiskan sebagian hidupku
Tempat nan menyimpan selaksa kenangan
Serta awal kugantungkan berjuta harapan
Berjuta rasa berkecamuk menyatu
Memutar segala kenangan
Ada tawa dan juga airmata
Ada kebahagiaan dan juga duka
Ada kebanggaan dan ada juga sakit kehilangan
Rasa itu tak beda kuatnya dengan rindu
Meski aku tak tahu
Bagaimana cara rindu menggamitku
Tuk selalu kembali kesini dengan selaksa harapan
Asa yang tak pernah sama
Terus berubah, tumbuh dan bertambah
Rindu itu membuatku berbeda
Menjadi diri nan kuat terikat asa
Menggamit bersama do'a tuk menggapai cita
Kemudian melukis cita baru
Gantungkan ia lebih tinggi dari bintang asa sebelumnya
Rindu itu selalu mampu membawaku pulang
Sadarkan siapa diri
Motivator tuk terus perbaiki diri
Dan menjadi pribadi nan lebih berarti
Kampung halaman nan selalu kurindu
Mendidikku dengan bisunya
Tuk jadikan insan nan lebih bermakna
(di sudut ruang kediaman orang tua tercinta
Gunungkidul tercinta, 10 Juni 2011)
Langganan:
Postingan (Atom)