Bismillah...
Sahabat, kali ini izinkan saya berbagi sedikit tentang sebuah kejadian. Semoga cerita ini bermanfaat sebagai sebuah renungan.
Sabtu tanggal 11 Juni 2011 kemarin kebetulan di desa saya banyak sekali yang mengadakan hajatan pernikahan. Terdapat tiga pernikahan pada hari yang sama. Tentu saja kondisi desa saat itu sedang diliputi kebahagiaan. Bukankah kebahagiaan tetangga adalah kebahagiaan kita juga? Setidaknya demikianlah yang kami rasakan di lingkungan kami, sebuah desa yang jauh dari hiruk pikuk kota di Kabupaten Gunungkidul.
Tapi benarkah bahwa hanya kebahagiaan yang kemudian menyelimuti suasana desa? Tidak! Allah SWT menciptakan segala sesuatu secara berpasangan, bukan? Demikian juga dengan hari itu. Di satu sisi, semua tertawa bahagia tetapi menjelang maghrib tidak sedikit yang berurai air mata.
Saudara ipar salah satu tetangga saya mengalami kecelakaan selepas pulang dari menghadiri undangan pernikahan. Ibu bersama putranya mengalami tabrakan. Sang ibu meninggal di tempat sedangkan putranya mengalami luka-luka. Tawa yang sebelumnya menghiasi wajah tetangga saya sontak berubah menjadi duka dan air mata.
Sungguh, maut selalu datang tanpa bilang-bilang, bukan? Siapa sangka jika sebelumnya sempat bercanda dan tertawa bahagia bersama di acara pernikahan kerabat kemudian dijemput oleh malaikat maut selepasnya?
Maut, selalu menjadi teka-teki. Tidak ada yang tahu secara pasti tentang kapan, dimana dan bagaimana maut akan menghampiri kita. Tetapi bukan itu yang kemudian harus merisaukan kita, bukan? Seharusnya yang merisaukan kita adalah bekal apa yang telah disiapkan saat maut menjemput? Semua orang, saya yakin ingin memiliki akhir yang baik, happy ending dalam khusnul khotimah. Namun tak sedikit yang hanya memimpikannya tanpa mempersiapkannya. Selayaknya kita ingin naik pesawat paling bagus, tentu kita perlu mempersiapkan biaya untuk membeli tiketnya, bukan? Demikian halnya ketika menginginkan akhir yang baik maka kita pun harus mempersiapkan bekal terbaik.
Bagaimana caranya? Mudah, tak lain dan tak bukan hanya melakukan yang terbaik yang telah dituntunkan oleh Rasulullah SAW. Bukankah selama kita berjalan lurus sesuai petunjukNya dalam AL Qur'an dan meneladani Rasulullah SAW maka Allah SWT akan menjaga kita dan memasukkan kita sebagai hamba yang diridhoi dan menjadi bagian dari golongan orang-orang mukmin?
Allah SWT memang tidak pernah memberi tahu kapan maut akan menjemput kita karena Allah SWT ingin menguji kita, siapakah diantara kita yang benar-benar beriman padaNya dan siapa yang munafik dan cinta dunia.
Semoga kisah ibu dan putranya tadi membantu kita untuk membuka mata hati kita lebih lebar. Maut, pasti akan datang kepada kita. Entah kapan, dimana dan bagaimana dia akan menjemput kita menuju pertanggungjawaban padaNya. Tidak ada yang bisa kita lakukan untuk menolak, mencegah atau pun menunda kedatangannya. Kita hanya bisa bersiap dengan bekal terbaik agar tidak terlalu malu di hadapanNya kelak. Betapa kita sadari bahwa nikmatNya yang tiada terhitung tapi masih saja syukur sering terlupa dan tak jarang kita berbalik menuntutNya.
Jarak tawa dan air mata tidak bisa diukur, sebagaimana kisah ibu dan putranya. Belum genap 1 jam selesai tertawa, kemudian air mata menjadi pengantar kepergiannya. Tidak salah jika yang paling dekat dengan kita adalah MAUT.
Semoga bermanfaat, sahabat. Kisah ini saya bagi agar tidak sekedar jadi pengingat bagi diri saya pribadi tetapi juga pengingat bagi sahabat sekalian yang berkenan membaca.
(Sudut kamar @Home Sweet Home di kampung halaman, Gunungkidul
Senin, 13 Juni 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar