Assalamu'alaykum...

Selamat Datang.... ^_^

Senin, 13 Mei 2013

Kemana Perginya Cinta?



Ish.... gara-gara postingan sebelumnya kayaknya hari ini jadi sedikit tersulut semangat untuk banyak share tentang cinta deh. hehehehe......

Kali ini saya akan sedikit bercerita tentang sebuah kisah yang pernah dishare oleh seorang teman di twitter beberapa waktu lalu (lupa siapa yang nge-tweet kala itu tapi kisahnya sih masih diingat...hehehe). Teman saya tersebut sedang berada di ruang tunggu menunggu panggilan untuk boarding saat seorang ibu menghampirinya dan menanyakan sesuatu. Teman saya memberikan penjelasan atas pertanyaan ibu tersebut. Kebetulan saat itu jadwal penerbangan teman saya tersebut masih cukup lama dan si ibu tersebut pun demikian sehingga semakin banyak yang mereka obrolkan.

Iseng teman saya bertanya, "Ibu pergi sendirian? Tidak bersama keluarga kah?"

Dan tanpa diduga, jawaban ibu itu pun mengalir. Ibu tersebut mengatakan bahwa dia sengaja pergi sendiri untuk menjemput kebahagiaan. Teman saya mengernyitkan dahi, terkejut sekaligus penasaran dengan jawaban ibu tersebut, tapi merasa tak enak hati untuk bertanya lebih lanjut. Namun, di luar dugaan, si ibu sepertinya menangkap sinyal-sinyal tanya dari ekspresi teman saya, tanpa diminta si ibu itu pun mulai bercerita.

Beberapa waktu lalu, anak bungsunya baru saja menikah. Si ibu pun mengumpulkan seluruh anak-anaknya dan menyampaikan sebuah keputusan yang membuat semua anak-anaknya terkejut. Si ibu berkata, "sekarang selesai sudah tugasku untuk mendidik dan membesarkan kalian. Meski ikatan kita tak akan pernah terputus, tetapi kalian kini telah memiliki keluarga sendiri. Dan untuk itu, ibu sangat bahagia. Jadi, ijinkan ibu untuk ikut merasakan kebahagiaan itu bersama kalian. Ijinkan ibu untuk berpisah dengan ayah kalian."

Anak-anaknya menangis mendengar keputusan si ibu. Beberapa bahkan berusaha untuk mengubah keputusan si ibu. Namun, tekad si ibu telah bulat. Ia tak lagi terpengaruh dengan semua bujuk anak-anaknya.

"Selama ini, ibu telah melupakan dan membuang hati ibu agar tetap tegar bersama kalian. Agar ibu tetap kuat dan tegar untuk terus mendidik, merawat dan menjaga kalian dengan penuh kasih sayang. Ibu sudah mengesampingkan hati dan perasaan ibu sendiri. Tapi sungguh, bukan karena merawat dan mendidik kalianlah kebahagiaan ibu terpinggirkan melainkan karena sikap ayah kalian. Ibu sudah berulang kali mendapati ayah kalian berselingkuh, baik yang sembunyi-sembunyi kemudian ibu mengetahuinya sampai terang-terangan di depan mata ibu. Selama ini ibu bertahan karena ibu tidak ingin kalian bersedih dan tumbuh dalam keadaan broken home. Dan ibu tidak ingin kalian menilai bahwa sebuah pernikahan itu sangat menakutkan dan penuh luka. Untuk itulah, selama ini ibu bertahan dan menunjukkan di depan kalian bagaimana bahagianya ibu menikah dengan ayah kalian. Tapi untuk kali ini, maafkan ibu karena ibu tak sekuat dulu. Ibu merasa tugas ibu sudah selesai. Kalian telah memiliki keluarga sendiri dan tentu do'a ibu selalu untuk kalian semua agar bahagia sampai maut menjemput. Ibu selalu berdo'a agar kalian tak perlu mengalami dan merasakan apa yang ibu rasakan selama ini. Untuk itu, ijinkan kali ini ibu mengambil kembali hati ibu dan ijinkan ibu untuk melangkah kembali menjemput bahagia."

Anak-anak semakin tergugu mendengar cerita ibu mereka. Tanpa mereka tahu dan tanpa mereka sadari, ibu yang selama ini mereka kenal begitu ceria dan tegar ternyata menyimpan seluruh lukanya.

"Ibu hanya meminta kalian untuk mengijinkan ibu berpisah dari ayah kalian. Ibu tidak ingin kalian membenci ayah kalian karena sampai kapan pun, dia akan tetap menjadi ayah kalian, kakek dari anak-anak kalian. Seburuk-buruk ayah kalian, kalian tetaplah darah dagingnya. Untuk itu, jangan pernah membencinya," pesan si ibu.

Anak-anaknya tak sanggup lagi untuk berkata-kata. Mereka memberikan jawaban melalui diamnya. Mereka menyadari bahwa terlalu egois jika mereka menentang keputusan si ibu meskipun sejujurnya mereka pun tidak ingin kedua orang tuanya berpisah. Akhirnya, dengan berat hati anak-anaknya pun mengijinkan si ibu untuk mewujudkan niatannya.

Saat itu,di ruang tunggu itulah si ibu setelah menyelesaikan semua proses perceraiannya.

Teman saya terharu mendengar kisah si ibu, Meski teman saya tak terlalu setuju dengan keputusan si ibu tentang perceraiannya, tapi menghakimi tanpa kita tahu apa yang sebenarnya terjadi bukankah itu tak bijak? Maka teman saya hanya bisa terdiam dan terus mendengarkan kisah si ibu.
"Jadi apa rencana ibu sekarang? Hendak kemana ibu akan menjemput kebahagiaan?" tanya teman saya.

"Saya akan menemui saudara dan keluarga yang selama ini jarang saya kunjungi. Saya akan membangun dan menghidupkan kembali silaturahmi yang selama ini nyaris mati. Saya pun akan berbagi dengan perempuan-perempuan yang mungkin mengalami hal serupa dengan yang saya alami, atau bahkan lebih kelam dari pengalaman yang pernah saya hadapi. Bahwa kami, para wanita yang tersakiti tak selamanya akan terpuruk. Kami bisa bangkit dan meraih kebahagiaan kembali."

Teman saya hanya bisa berucap dan berdo'a agar perjalanan si ibu dalam menjemput kebahagiaannya tercapai dan semoga kebahagiaan benar-benar akan bersinar dan mewarnai hari-harinya hingga nanti.

Sedih, haru dan pilu rasanya mendengar kisah tersebut. Sekian tahun membina rumah tangga, merajut asa untuk menjemput bahagia namun justru luka tiada henti yang ia temui dan mewarnai harinya. Lalu kemanakah perginya cinta yang dulu membara? KEmanakah perginya rindu yang dulu menggebu? Apakah kini yang ada hanya lisan yang saling membisu, hati yang beku, lidah yang kelu dan mata sayu tak bercahaya seperti dulu?

Jika kita berada di posisi si ibu tersebut, akankah kita sekuat si ibu? Atau kah tidak sanggup menunggu seperti si ibu dan meninggalkan si ayah jauh-jauh hari sebelum itu? Naudzubillah....

Harapannya semoga kita tak mengalami hal sebagaimana yang dialami si ibu tersebut. Semoga kebahagiaan lah yang akan kita temui dari hari ke hari bersama keluarga kita. Aamiin....

Semoga kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran dan kisah di atas. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar