Assalamu'alaykum...

Selamat Datang.... ^_^

Minggu, 07 Agustus 2011

Self Publishing vs Kualitas Karya


Akhir-akhir ini marak sekali di dunia kepenulisan tentang self publishing. Penulis yang dapat menerbitkan karyanya sendiri, dengan upaya dan modal sendiri, melalui penerbit sendiri.

Lantas, apakah adanya Nulis Buku, Leutika Prio, Indie Publishing dan beberapa penerbit lainnya itu adalah wujud dari self publishing?

Ternyata dalam proses penerbitan karya ada tiga cara lho, yaitu:

1. Mengirim naskah ke penerbit
Penulis hanya berperan tunggal,cukup menjadi menulis naskah kemudian mengirimkan naskahnya ke redaksi penerbit. Langkah-langkah selanjutnya hingga terbit dalam bentuk buku akan menjadi tanggung jawab penerbit.

Manfaat yang dapat diperoleh dari cara ini adalah:
a. Tidak repot
b. Tidak perlu modal
c. Passive Income
d. Dukungan Penerbit
e. Quality Control lebih terjaga

Namun, selain manfaat-manfaat tersebut, ada juga beberapa kelemahan atau kekurangannya, yaitu:
a. Ada kemungkinan ditolak oleh penerbit. So, harus siap-siap mental juga. ^_^
b. Masa menunggu hingga naskah tersebut diterima atau ditolak oleh penerbit biasanya lama.
c. Hasil cetak sering tidak sesuai keinginan penulis.
d. Penghasilan yang diterima relatif kecil.


2. Menerbitkan sendiri alias self publishing
Dalam hal ini, penulis berperan ganda. Selain menulis naskah, maka penulis juga harus menjadi editor dan sekaligus penerbitnya.

Cara ini memiliki beberapa kelebihan, sebagai berikut:
a. Bebas dari penolakan, karena kita sebagai penulis, editor dan penerbit sekaligus.
b. Bebas antri, karena karya kita sendiri yang akan diterbitkan. So, ga perlu pakai antri untuk naik cetak. ^_^
c. Hasil sesuai keinginan penulis. So, kepuasan lebih tinggi diperoleh pada cara penerbitan ini. ^_^
d. Penghasilan lebih besar. Ya iyalah, kan kita kerja sendiri, jadi hasilnya ya buat kita sendiri, ga dibagi dengan pihak lain. ^_^

Selain kelebihan seperti di atas, cara ini masih memiliki kelemahan sebagai berikut:
a. Serba repot. Pastinya dunk, kan semua kita ngerjain sendiri. :)
b. Harus punya modal. Tentunya, karena kita juga yang akan jadi penerbitnya. :)
c. Quality Control tidak terjaga. Karena kita sebagai penulis sekaligus editor dan penerbit maka kualitas pengendalian atas karya kita terkadang lebih rendah dibandingkan jika dikerjakan pada penerbit yang telah ada.

3. Menerbitkan melalui publishing service
Nah, cara ini menjembatani antara cara pertama dan kedua. Penulis membuat naskah, kemudian mengirimkannya kepada Publisher Service yang akan membantunya untuk melakukan editing, mendisain cover sesuai keinginan penulis hingga menerbitkan naskah tersebut menjadi buku.

Kelebihan dari cara menerbitkan ini adalah:
a. Bebas penolakan
b. Sesuai keinginan penulis
c. Penulis tidak perlu terlalu repot
d. Modal yang dibutuhkan lebih fleksibel.

Selain kelebihan di atas, terdapat kelemahan yaitu terutama pada quality control yang kurang terjaga.


Nah, berdasarkan penjelasan tiga cara menerbitkan buku seperti di atas. Maka Nulis Buku, Leutika Prio, Indie Publishing, Gerai Buku, dll itu bukan self publishing melainkan publisher service. Nah, berarti sekarang sudah tahu dunk apa bedanya? :)


Masalah yang kemudian sering mencuat dan dipertanyakan banyak pihak adalah bahwa adanya self publishing dan publishing service memungkinkan kualitas karya yang kurang bagus bahkan cenderung buruk. Benarkah? Mari kita simak!

Dewi Lestari atau artis yang kemudian terjun menjadi penulis ini, mulai mencuat namanya sejak buku pertamanya dengan judul "Supernova" melesat di pasaran. Dan tidak sedikit yang memuji dan mengagumi karyanya. Dan tahukah, bahwa Dee menerbitkannya dengan self publishing? Bermodalkan uang selama menjadi artis, Dee menerbitkan naskah bukunya dengan self publishing. Meskipun sempat nyaris gagal jual, tapi kemudia Supernova dan karya-karya Dee lainnya mulai menjadi incaran pembaca. Dan selanjutnya Bentang Pustaka membantunya menerbitkan buku-buku selanjutnya.

Valentino Dinsi, dengan bukunya "Jangan Mau Selamanya Jadi Orang Gajian". Awalnya naskah yang ditulisnya adalah pesanan orang lain, tapi kemudian dibatalkan. Valentino Dinsi mencoba untuk menerbitkannya dengan self publishing. Look, kini Valentino Dinsi menjadi trainer dan motivator dengan bayaran paling mahal di Indonesia dengan bukunya tersebut.

Sapardi Djoko Darmono, penulis sastra. Sebelumnya buku-buku karyanya diterbitkan oleh penerbit mainstream, tapi karena ada kekecewaan dengan pihak penerbit, Sapardi menarik naskahnya dan menerbitkannya melalui self publishing. Hasilnya? Sampai kini, naskahnya menjadi incaran banyak orang.

Dan kemudian Epri Tsaqib pun mengikuti jejak para penulis-penulis di atas. Bahkan antologi "Para Guru Kehidupan" menjadi buku Best Seller sekalipun terbit melalui self publishing.

So, buku-buku yang terbit melalui self publishing sering mengesampingkan kualitas karya? Ah, ga juga kok. Buktinya banyak juga buku-buku yang terbit melalui self publishing ataupun publishing service yang berkualitas.

Semua tergantung bagaimana sikap dan komitmen penulis. Apakah sekedar menulis dan memiliki buku, atau menulis dan menghasilkan buku berkualitas bagi para pembacanya?

Jawabannya ada pada diri kita sebagai penulis... ^_^

So, jangan takut untuk menerbitkan buku dengan self publishing ataupun publishing service. Kualitas karya tetap bisa dijaga kok... ^_^

Caranya?
Ini dia...

Perhatikan beberapa hal berikut kaitannya dengan quality control tulisan kita:
a. kualitas naskah
Jangan sampai naskah yang kita tulis hanya sekedar sampah belaka. Tapi usahakan untuk menuliskan sesuatu yang mampu memberi makna, nilai dan hikmah bagi yang membacanya.
b. Perhatikan editing, seperti tata bahasa, EYD, tanda baca, dll.
Jika kita merasa tidak mampu memenuhinya, jangan ragu gunakan jasa ahli. Ga apa-apa dunk kita berkorban sedikit untuk hasil terbaik. Bukankah demikian? :)
c. Konsep buku yang jelas, unik dan fokus.
Jelas, buku ini sasarannya untuk siapa, bagaimana penyampaiannya dan pengemasannya dalam percetakan. Tentu aneh jika naskah "Menumbuhkan Minat Baca Masyarakat" yang ditulis dengan bahasa narasi yang datar seperti buku pegangan mengajar di kelas. Karena jika demikian, tentu yang tidak suka membaca akan semakin tidak mau membaca.
d. Konsep nilai jual yang setinggi mungkin
e. Segmentasi pembaca
Erat kaitannya dengan pembahasan pada point c sebelumnya. Jika segmentasinya jelas, tentu akan lebih mudah dalam marketing. Tapi harus juga didukung dengan penyajian dan pengemasannya.
f. Tata letak dan disain cover.
Bukankah cover yang bagus akan lebih menarik minat bagi para calon pembaca? Seandainya mereka melirik dan memegang buku kita, sekalipun tidak jadi membelinya maka itu sudah suatu kemenangan tersendiri. Terlebih jika mereka benar-benar membelinya maka itu menjadi kemenangan tambahan. :)
g. Percetakan yang berkualitas.

Lalu, seberapa tinggi nilai jual buku Anda?
Perlu diingat, bahwa buku berkualitas tidak identik dengan buku laris.
Untuk memiliki nilai jual tinggi, coba pelajari faktor-faktor yang menyebabkan suatu buku menjadi menarik.
Naskah seorang penulis peemula pun bisa memiliki nilai jual tinggi seperti:
a. Tema yang menarik, something new, atau menulis sesuatu yang lebih spesifik.
b. Karya yang mampu menjawab kebutuhan pembaca.
c. Judul yang menarik. Terkadang judul yang provokatif cukup ampuh untuk menaikkan nilai jual.
d. Endorsement dari tokoh terkenal dan berpengaruh.
e. Cover disain yang menarik. Eye catching lah...hehehe

Bagaimana? Sudah yakin menentukan pilihan untuk menerbitkan karya? Apakah melalui penerbit mainstream, self publishing atau publishing service?

Atau sekarang terjawab sudah pertanyaan-pertanyaan tentang Self Publishing vs kualitas karya?
So, tak semua yang terbit melalui self publishing itu tidak berkualitas, kan? Karena semuanya tergantung bagaimana penulisnya... Apakah memilih menerbitkan karya yang buruk atau akan selalu mengusahakan menghasilkan karya dengan kualitas yang baik? Semua terserah penulis karena secara langsung ataupun tidak akan sangat berpengaruh terhadap personal branding penulis itu sendiri.

Rugi dunk kalau menulis capek-capek tapi ujung-ujungnya dapet penilaian buruk hanya gara-gara mengesampingkan kualitas karya? Sayang sekali, bukan? :)

So, menerbitkan karya melalui self publishing ataupun publishing service bukan masalah selama tidak sekalipun kita kesampingkan kualitas karya kita... ^_^

Semangat kreatif dan terus berkarya ya... ^_^

3 komentar: