Bismillah...
Baru saja saya menginjakkan kaki di kampung halaman dalam liburan tengah semester pertama, Allah SWT menyambutku dengan ujianNya. Salah satu dari orang yang sangat kusayangi mengalami sakit keras, koma sejak dua hari sebelum aku pulang. Rasanya belum lama saya merasakan sebuah kehilangan orang tersayang, Ibunda. Dan kondisi yang saya hadapi saat ini mengingatkan saya tentang peristiwa hampir 3 tahun yang lalu. Entahlah, tapi saya tiba-tiba merasakan firasat bahwa kali ini, sekali lagi, saya akan kehilangan orang yang saya sayangi.
Berusaha mengabaikan perasaan yang tak pasti. Namun apa daya, ketika sesampainya di rumah sakit, kudapati kondisi Budhe yang tak bergerak sama sekali, dengan berbagai selang memenuhi tubuhnya, mulai dari oksigen, nutrisi makanan, dan sebagainya. Sedih sekali rasanya, hanya do'a yang terucap dari lisan saya. Ya Allah, berikan yang terbaik untuk orang yang kusayangi di hadapanku ini, batinku saat itu.
Dokter telah menyampaikan bahwa harapan Budhe untuk sembuh sangatlah kecil. Kami sekeluarga diminta untuk berdo'a yang terbaik, sekaligus bersiap dengan segala kemungkinan, termasuk mengikhlaskan kepergian Budhe jika memang beliau tak lagi bisa sembuh.
Sebenarnya sangat ingin saya bisa menemani dan menunggu Budhe di rumah sakit. Sayangnya, kondisi yang tidak memungkinkan saya untuk berada di sana malamnya. Lelah dan penat akibat perjalanan semalam suntuk telah membuat tubuhku lemah, akhirnya sore menjelang maghrib itupun saya pulang. Semalaman saya tidak tenang dalam tidur, terlebih firasat tentang kepergian Budhe semakin kuat. Namun, sekali lagi hanya do'a yang mampu terucap.
Keesokan paginya, terpaksa Budhe dibawa pulang karena kondisinya sama sekali tidak mengalami perubahan. Dan pagi itu saya dan beberapa kerabat menemani Budhe, membisikkan kalimat tauhid, "Laa ilaha ilallah muhammadar rasulullah."
Terus tanpa henti kami bisikkan kalimat itu di telinga kanan dan kiri Budhe. Meski beliau tak lagi memberi respon, kami yakin bahwa beliau masih sanggup mendengar bisikan-bisikan kami.
Pagi itu, sekitar pukul 08.05 WIB, Budhe benar-benar meninggalkan kami semua. Berpulang kepada pemilik sejatiNya, Allah SWT. Sungguh, kami tahu bahwa di dunia ini kami sama sekali tak memiliki apa-apa, karena sejatinya semua adalah titipanNya. Pemilik segala yang ada pada kami saat ini adalah milikNya. Kami juga sadar bahwa sebagai hamba yang mendapat amanah untuk menjaga titipanNya, tak boleh ada keluh kesah, rasa sedih dan kecewa apalagi sampai kita marah padaNya ketika DIA mengambil kembali titipanNya yang ada pada kita.
Namun, apalah daya kami sebagai manusia nan lemah tanpa daya, air mata itu tetaplah mengalir tanpa henti. Kesedihan itu tetaplah menggelayut dan menghantui. Bahkan meskipun berulang-ulang istighfar dan kalimat "innalillahi wa innailaihi ro'jiun" terucap dari lisan kami, tetap saja air mata dan kesedihan itu tak berkenan pergi.
Sungguh, terasa luka lama nan kembali lagi, seakan rasa sakit dan sedih kehilangan ibunda belumlah sembuh, tapi saat ini kembali ada rasa yang menggores dan menorehkan sakit yang hampir sama.
Berulang kali kuingatkan diri, siapa sejatinya diri di hadapanNya agar tak larut dalam kesedihan. Tak henti diri ini mengingatkan bahwa ini adalah salah satu tanda cintaNya kepadaku. Seperti namaku yang memiliki arti "pohon kurma", yang tak hidup dengan mudah. Pohon kurma yang terus diuji dengan hidup di padang pasir nan tandus, sulit air, terik mentari dan kerap berulang kali terkena badai pasir tapi tetap tegar berdiri, bahkan tak hanya itu masih saja mampu memberi manfaat; keteduhan bagi para musafir dan buah yang kaya manfaat. Jika Allah SWT mengujiku dengan mengambil orang yang kusayangi satu persatu hingga saat ini, itu adalah bentuk pendidikanNya kepadaku. Agar saya bisa setegar dan sekokoh pohon kurma di tengah padang pasir.
Semoga saja dengan semua ini, mampu menjadikanku lebih mencintaiNya, lebih dekat padaNya dan lebih bijaksana dalam mengarungi samudera kehidupan yang entah ombak seperti apalagi di depan sana kelak.
Dari sebuah kehilangan yang bertubi, semoga saya makin bisa menyadari dan memahami arti dan makna hidup, lebih menyadari posisi diri di hadapanNya agar saat DIA menguji, kita mampu tersenyum dan tegak berdiri menghadapinya.
Allahu Rabbi, ijinkan kami hamba-hambaMu belajar dari segala hikmah yang telah KAU beri dengan segenap kasih dan sayangMu kepada kami...
Allahu Rabbi, jangan pernah berhenti membimbing dan menegur kami. Karena ketika ENGKAU tak lagi menegur dan menguji, kami takut ENGKAU tak lagi pedulikan kami...
Allahu Rabbi, ampunilah segala dosa-dosa kami dan dosa-dosa orang-orang yang kami sayangi dan menyayangi kami...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar