Assalamu'alaykum...

Selamat Datang.... ^_^

Kamis, 22 September 2011

Sometimes It Suck Being Too Strong

Pagi ini membaca salah tweet yang di RT oleh teman di tweetland.

"Sometimes it sucks being too strong, because sometimes people think that it's okay to hurt me, over and over again."

Ya, sedikit menggelitik saja untuk saya ulas sedikit di sini.

Dalam hidup ini, yang namanya terlalu itu memang tidak baik. Bukankah dalam Islam sendiri dijelaskan bahwa segala sesuatu yang "berlebihan" atau kata lainnya "terlalu" itu bukanlah suatu hal yang baik, bahkan cenderung lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya.

Contoh : ketika seorang perempuan terlalu mencintai kekasihnya atau suaminya, maka dia akan menjadi terlalu cemburuan, sensitif dan selalu ingin diperhatikan lebih. Seakan diri suami atau kekasihnya ada hanya untuk dirinya. Padahal tentu saja dia masih punya tanggung jawab kepada orang tuanya, kepada pekerjaannya, kepada teman-temannya dan hobinya. Jadi, lama-lama dia akan merasa terpenjara dengan cinta isterinya yang "terlalu" itu tadi. Nah, kan ternyata meskipun cinta itu indah dan diharapkan ada dalam hubungan suami dan isteri, akan tetapi jika proporsinya berlebihan tentu tidak akan baik kan jadinya?

Ceileeeh... kayak pengalaman aja nich nulisnya. Maklum, banyak membaca jadi banyak tahu...hihihi...

Nah, menjadi terlalu lemah itu sama tidak enaknya dengan menjadi terlalu kuat. Ketika di posisi terlalu lemah, orang akan semakin mudah menyakiti dan mendzalimi kita. Dasar mereka apa? Tak sedikit dari para pelaku memiliki pemikiran begini, "Ah, dia ini kan lemah, penakut. Kalau kita ancam sedikit dijamin dia pasti nurut."
Karena pemikiran tersebut maka akan semakin sering disakiti dan didzolimi. Toh, tetap akan diam dan tidak akan melaporkan kepada orang lain kan? Karena adanya ANCAMAN.

Nah, menjadi terlalu kuat (tegar) pun ada tidak baiknya. Kenapa? Kadang orang-orang akan berfikir, "Dia ini orang yang tegar dan sabar. Disakiti sedikit saja dia hanya akan diam dan tersenyum. Memaafkan kemudian mendo'akan mereka yang menyakitinya. Justru enak kan kalau begitu?"
Nah, serba salah kan?

Lalu, mana yang terbaik? Yang terbaik adalah yang sesuai proporsinya... :)

Tidak terlalu lemah tapi juga tidak terlalu kuat. Kadang, tanpa disadari menjadi terlalu kuat (tegar) itu terlalu memaksakan diri. Akhirnya justru kita akan terlukai oleh apa yang kita lakukan sendiri.

Ada yang bilang tipe terlalu kuat yang memaksakan diri ini ibarat lilin yang rela membakar dirinya untuk memberi sedikit penerangan bagi yang lain.

Kehidupan itu seperti samudera. Ada kalanya ombak datang menggulung dan menghempas keras. Tapi ada kalanya pula ombak mengalun tenang dan justru mengasyikkan. Begitu pula dalam menyikapinya. Ketika riak-riaknya kecil, maka lembutkan hati. Karena saat itu, bisa jadi Allah hendak memberikan hikmah melalui cara yang lembut dan halus. Anggaplah hikmah yang Allah berikan berbalut rezeki. Indah bukan? :)

Nah, ketika ombak datang dan menghempas dengan sangat kuat maka kuatkan hati. Bisa jadi, Allah hendak memberikan hikmah yang berbalut ujian dan cobaab. Dimana kita akan merasakan kegelapan, kelemahan, ketakberdayaan dan nyaris putus asa. Nah, kuat hati di sinilah besar manfaatnya. Kenapa? Itu akan membuat kita tak surut langkah, tak putus asa dan berpaling meninggalkan Allah karena merasa ujia terlalu berat dan tak sanggup menanggungnya. Yakinlah, bahwa apa yang Allah berikan itu sudah diperhitungkanNya dengan sangat teliti, melebihi ketelitian manusia paling teliti sekalipun. Artinya, setiap ujian, cobaan dan halangan-rintangan yang ada dalam hidup kita sudah disesuaikan dengan kekuatan diri kita untuk menanggungnya. Itulah kenapa disini perlu adanya kekuatan, agar kita tetap tegak berdiri, terus melangkah penuh keyakinan dan hasilnya adalah kita akan naik kelas. Bukankah hanya mereka yang kuat tekadnya dan bekerja keras tak kenal putus asa yang akan terus melangkah maju menuju kesuksesan? :)


Jadi, tak perlu menjadi terlalu kuat atau merasa terlalu lemah. Ketika ombak kehidupan datang, sesuaikanlah diri kita dengannya. Menjadi kuat atau cukup lemah lembut saja.

Saya pun mempunyai seorang kawan yang sering dinilai oleh kawan lainnya sebagai orang yang lemah, terlalu baik katanya. Hasilnya, kawan saya ini sering disakiti oleh orang-orang di sekelilingnya yang mengaku teman-temannya. Kadang dibohongi, ditipu, dikhianati bahkan pernah juga difitnah. Tapi yang dia lakukan? Diam, tidak membalas mereka. Memaafkan dan mendo'akan agar teman-temannya segera bertobat dan bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Mendo'akan agar teman-temannya dibukakan hatinya, dilembutkan hatinya untuk menerima hidayahNya.

Hasilnya apa? Masalah demi masalah datang mewarnai hidupnya. Dan keputusannya tetap sama.

"Aku tidak akan membalas apa yang telah mereka lakukan. Kenapa? Karena aku tidak sama seperti mereka. Lagipula, aku yakin bahwa Allah tidak pernah tidur. Bukankah setiap orang akan memetik sendiri akibat dari apa yang dilakukannya? Bukankah setiap orang akan menanggung dosanya sendiri? Itulah keyakinanku. Siapa yang menabur maka dialah yang akan menuai. Siapa yang berbuat maka dialah yang akan mempertanggungjawabkannya. Allah Maha Adil, Allah Maha Bijaksana dan Allah Maha Teliti PerhitunganNya. Kurasa hanya mereka yang hilang akal saja yang menganggap bahwa mereka aman karena aku tidak membalasnya atau pun melaporkan apa yang telah mereka lakukan padaku."

Itulah yang pernah dikatakannya.

Jadi, menjadi lemah atau kuat, pilihan ada di tangan kita. Tapi yang terbaik adalah berada di titik tengah, tidak berlebihan. :)


Sedikit ini, semoga bermanfaat... :)
Jika ada salah, maka saya tak segan untuk menerima kritikan ataupun masukan. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar