Assalamu'alaykum...

Selamat Datang.... ^_^

Jumat, 01 April 2011

Gerimis, Hujan dan Rindu

Aku terbangun oleh denting gerimis menimpa atap. Nyaring, indah dan berpadu menjadi irama yang unik. Hawa dingin memaksaku bertahan di sini, pada hangat peluk selimut. Aku memejamkan mata, tapi tidak kembali tidur. Aku sedang belajar meresapi tiap alunan irama yang tercipta pada denting nada indah sang gerimis. Tak hanya itu, aku menarik napas pelan berusaha menghirup aroma air hujan yang menyentuh tanah kering dan tandus. Aku tersenyum, layaknya seorang puteri yang berjumpa pangeran yang sangat dirindukannya. Aku rindu. Sangat merindukan saat-saat seperti ini. Ketika air langit mencium mesra tanah nan kering, yang nyaris mati kehausan dalam rindu.

Perlahan aku membuka mataku ketika aku merasa puas menghirup dalam-dalam aroma air langit yang sedang bermesra dengan keringnya tanah di pagi hari. Aku bangun dari tidurku, melepaskan hangatnya pelukan selimut. Aku berjalan mendekati jendela, mengintip tetesan air langit yang jatuh bergantian dari satu daun ke daun yang lain berurutan dari daun teratas hingga meluruh jatuh ke tanah. Denting gerimis di atap makin keras, pertanda tak lagi hanya gerimis melainkan hujan deras mulai mengguyur bumi nan kering.

Indah, aku menikmati semua keindahan yang mengawali pagi ini tanpa henti berucap syukur. Aku masih merasakan euforia romantis yang terasa aneh ketika tiba-tiba menelusup perlahan di hatiku. Ah, selalu begini. Ketika mendung ataupun hujan turun selalu begini, ada rasa yang seakan merasuk paksa di hatiku. Apakah benar ada pengaruh antara hujan dan jiwa romantis-melankolis?

Aku tidak tahu. Tapi yang pasti, aku selalu menikmati sensasi perasaan yang sama tiap kali hujan meluruh turun menuju kaki bumi. Di sinilah aku kini, menikmati tiap tetesan air langit penuh cinta yang terus menerus mencium mesra sang bumi. Aku terpana pada cinta yang tak henti mengalir dari langit sana untuk semua makhluk di bumi.

Tapi kenapa aku hanya terdiam di sini? Menikmati alunan musik alam yang kian membuatku seakan terhipnotis dan melayang, pun aroma keharuman unik yang tercium teramat dalam. Bukankah aku harusnya ikut menari? Menarikan pena mengikuti alunan pikiran dan merangkai kata menjadi bait indah penuh makna. Mengubah keindahan semesta menjadi bait syukur nan menyeru dan mengucap lembut nama-Nya penuh cinta. Ah, iya... Aku harus. Aku merasa memiliki keharusan untuk menuliskannya. Di sinilah kini, aku terduduk merindu. Menghadap pada layar mungil nan setia menemaniku, menjadi media untuk menuangkan segala isi pikiran dan perasaanku. Di sinilah aku, merangkai kata penuh cinta, juga menyusun tiap bait rindu nan terus menggunung di hatiku.

Aku merindu. Selalu merindu, pada peluk hangat penuh cinta milik ibu. Selalu, tiap kali hujan meluruh menghadirkan dingin yang menusuk hingga tulang-tulangku. Tapi kini tak mungkin aku merasakan itu, hanya hangat peluk selimut yang bisa kurasakan. Meski tak akan pernah bisa sehangat pelukan hangatnya.

Hujan, rindu itu selalu datang. Seperti halnya tetesan langit yang meluruh jatuh ke bumi untuk mengobati segala rindunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar