Assalamu'alaykum...

Selamat Datang.... ^_^

Minggu, 03 April 2011

Hujan, Ella Dan Shea




By Lina Lidia

Hawa dingin membuatku bertahan dalam hangat peluk selimut. Di luar terdengar denting merdu air hujan yang menapaki genting sebelum jatuh ke tanah. Aku masih terpejam meski tidak bisa dibilang tidur. Aku sedang menikmati irama alam yang begitu indah.
Angin berbisik mesra di celah daun jendela yang tidak kututup rapat tadi malam. Di luar, hujan masih setia menyirami setiap inci bumi nan kering dan gersang.
“Romantis bukan?” Celie yang sedari tadi menatap hujan dari balik jendela menoleh padaku.
“Apanya? Hujan bukankah memang selalu begitu?” aku masih enggan beranjak, kembali kutarik selimut.
“Sungguh tidak tahu? Hujan adalah momen romantis. Hanya ketika hujan, Ella bisa mencium mesra kekasihnya, Shea. Hanya melalui hujan Nixie akan bertahan untuk menjaga Shea.”
Aku menarik selimut hingga menutup kepalaku. Celie sudah kambuh dengan segala dongeng tentang hujan dan segala makhluk uniknya. Aku memilih untuk kembali terlelap.
***
“Ella… Ella … Ella …” suara itu semakin dekat. Aku berhenti, menoleh dan terkejut ketika ada sesosok lelaki tampan berdiri di sana. Dia tersenyum padaku, manis sekali.
“Ella, aku merindukanmu!” tiba-tiba dia memelukku erat.
Aneh. Aku bahkan tidak menolak atau pun berusaha melepaskan pelukannya. Seakan aku mampu membaca detak jantungnya yang mengalun merdu bagai sajak indah tentang rindu. Hatiku merasakan hal yang sama, kerinduan.
“Shea…”
Merdu sekali. Tunggu, suara itu keluar dari mulutku. Suaraku?
“Ayo cepat, sebelum para Shefro melihat kita,” Shea menarik tanganku dan kami menyusuri hutan itu. Kami berhenti di seberang air terjun.
“Kenapa Shea?”
Aku masih takjub dengan merdu suaraku dan ringan tubuhku.
Hah? Ada sayap di punggungku. Sayap itu bening dan terlihat basah. Tidak, kurasa memang selalu basah atau mungkin karena gerimis yang tak juga berhenti.
“Para Shefro pasti akan melaporkan keberadaanmu di sini kepada Raja Auberon. Aku tidak ingin kamu dihukum lagi. Telah lama kita tidak bertemu sejak kamu tidak diijinkan turun lagi ke bumi. Aku merindukanmu, Ella.”
Kami berpandangan. Kemudian dia mengajakku memasuki sebuah lorong kecil di samping air terjun.
“Aaaa…!”


Shea berbalik, menatapku heran. Wajahnya panik mendengar jerit kesakitanku.
Sayapku? Sayapku rusak, sebagian bahkan telah patah.
“Amarok!” pekik Shea marah.
Serigala bersayap itu berhasil mencabik salah satu sayapku. Aku menahan sakit, mencoba bangkit tapi gagal. Aku terjatuh lagi. Shea masih berusaha mengecoh Amarok.
Pandanganku kabur. Hanya sekilas menyadari ada sosok yang membawaku, entah siapa.
***


“Nixie, terimakasih sudah menolong Ella,” Aku mendengar suara Shea.
Mataku masih berat. Aku mencoba membuka mata, pandanganku masih kabur.
“Tidak perlu berterimakasih, Shea. Sudah seharusnya aku melakukan itu karena Ella adalah saudaraku. Sekarang beristirahatlah. Luka di punggungmu masih belum kering. Sayapmu juga belum kokoh kembali. Amarok telah mencabik sayap kirimu sedemikian parahnya.”
Suara merdu itu tidak asing bagiku. Aku mencoba sekuat tenaga membuka mataku. Celie?
“Celie…!” Suaraku hilang ketika mencoba memanggil namanya. Seakan suaraku tertelan angin di sekelilingku. Hilang. Bahkan Shea pun tidak mendengarnya.
“Kamu sudah siuman? Syukurlah! Maafkan aku Ella. Aku gagal menjagamu. Mungkin Raja Auberon benar. Kamu akan lebih aman tinggal di Elfame. Di sana, Amarok tidak akan bisa menyentuhmu.”
Shea menatapku. Matanya berkaca-kaca. Aku tahu, Shea sangat ingin bersamaku seperti halnya hatiku yang juga meminta bersamanya selalu. Tapi bisa kupahami kenapa Shea memintaku kembali ke Elfame, hanya di sanalah Amarok tidak akan bisa menyakitiku lagi.
“Mereka sudah di luar. Kamu sudah bisa bangun, Ella?”
Aku mengangguk.
“Terimakasih, Nixie!” Shea tersenyum pada Nixie. Ya, Nixie yang sama persis seperti sosok Celie.
Aku bangkit dari pembaringan. Di luar, telah menunggu beberapa Shefro untuk membawaku kembali ke Elfame.
Aku menoleh ke arah Shea. Ada embun di matanya.
“Shea…”
Aku memeluknya erat. Sungguh tak sanggup aku meninggalkannya ketika air mata itu akhirnya tertumpah juga.
“Aku akan datang kepadamu setiap kali hujan turun. Aku akan selalu memeluk dan menciummu ketika air hujanku membasahi bumimu. Aku mencintaimu, Shea.”
Aku kembali memeluknya. Tapi para Shefro segera mengingatkanku untuk kembali pulang ke Elfame sebelum Amarok kembali membuat keonaran dan melukaiku.
Aku menatap lekat wajah Shea yang basah. Aku semakin menjauh dan akhirnya aku tak lagi bisa melihatnya sekalipun sekedar bayangan.
***


“Ini waktumu. Temuilah kekasihmu. Dia sudah menunggu. Tapi kamu harus ingat, waktumu tidak banyak. Sebelum Amarok menyadari kehadiranmu di bumi segeralah kembali. Hanya Elfame tempat teraman untukmu, Ella.”
Raja Auberon memintaku menurunkan hujan ke bumi sekaligus mengingatkanku untuk segera kembali sebelum Amarok kembali melukaiku.
“Shea…” Aku segera terjun ke bumi dengan menggenggam selaksa rindu.
Aku adalah Ella, peri mungil dan kamu, Shea, penjaga bumi. Kita bertemu ketika mendung menghampiri dan hujan membasahi bumi. Aku meluruh, merengkuhmu dalam pelukku dan menciummu penuh rindu. Meski aku di langit, kamu di bumi tapi hati dan cintaku abadi untukmu, Shea.
***
“Naida, ini sudah jam sepuluh. Kamu ga mau bangun.”
Mataku silau ketika selimutku ditarik. Di luar hujan telah berhenti, matahari telah kembali hadirkan teriknya. Aku meraih handuk dan bergegas mandi. Baru kuingat, ada janji dengan Alvin di kampus siang ini.
Kepalaku berdenyut-denyut. Apa yang baru saja kualami ternyata hanya mimpi. Ah, rasanya aku telah menempuh perjalanan waktu yang panjang. Mimpiku bahkan telah entah berapa episode.
Aku menatap sebuah gambar di meja belajarku.
Hutan, air terjun, serigala bersayap, dan beberapa peri kecil. Ah, pasti karena semua gambar Celie ini aku mengalami mimpi aneh barusan. Aku melanjutkan langkahku menuju kamar mandi.
Aku terkejut ketika membuka pintu, hendak keluar dari kamar mandi dan Celie telah menantiku dengan senyum merekah di bibirnya.
“Kenapa?” tanyaku heran melihat ekspresinya.
“Naida, kamu ini sok jaim. Selalu mengomentariku kalau sedang bercerita tentang peri. Tapi diam-diam menggambar kisah peri ini untukku,” Senyum Celie semakin lebar ketika menunjukkan gambar di tangannya padaku.
Hah? Gambar itu?! Jadi bukan Celie yang menggambar semua itu?
Mataku menangkap suatu bayangan di jendela. Aku berlari mendekati jendela.
Hah? Sayap? Makhluk kecil bersayap?
Kepalaku kembali berdenyut.
“Naida…!”
Hanya suara Celie yang terakhir ku dengar. Selebihnya, aku lupa.

“Shea…”


*Shea = peri bumi, tinggal di bawah permukaan tanah.
*Ella = peri hujan, tinggal di Elfame, negeri para peri di langit.
*Amarok = iblis berbentuk serigala bersayap.
*Raja Auberon = raja/pemimpin para peri
*Shefro = pasukan peri.
*Nixie = peri air, tinggal di danau, sungai dan laut.


2 komentar:

  1. Bingung ah bacanya. Terlalu banyak nama di awal-awal, tapi ciri-ciri fisik karakternya nggak di-elaborate sama sekali @_@

    BalasHapus
  2. sungguh luar biasa kalimah-kalimahnya..
    aku sangat suka dengan gaya bahasanya, sehingga tak bisa membalasnya dengan tarian kata-kataku..

    BalasHapus